BULAN penuh menerangi langit.
Suara kidung dan tawa riang kanak- kanak menghangatkan malam bulan purnama itu.
Kiran tersenyum. Dapat dibayangkannya bahwa di sebuah lapangan yang berada di tengah dukuh Wening anak- anak desa tersebut bermain bersama dengan gembira. Bulan purnama selalu membawa kesenangan pada mereka, sebab pada hari- hari semacam itu para orang tua mengijinkan anak- anak untuk bermain di luar di bawah siraman cahaya bulan.
Kiran sendiri masih duduk di samping seorang lelaki tak dikenal yang terbaring di hadapannya. Sejak sore tadi dia hampir tak beranjak dari sisi laki- laki tampan tak bernama tersebut.
Diluar kebiasaannya, Kiran tak hanya melakukan terapi dengan gelombang energi tanpa menyentuh. Pada orang tak dikenal ini dia melakukan terapinya dengan beragam cara, termasuk menyembuhkan beberapa titik penting dalam tubuh dengan menempelkan tangannya di situ.
Pusat pengobatan untuk rakyat miskin yang dibuatnya ini sebetulnya dulu dibuat khusus untuk perempuan dan anak- anak. Mulanya, Kiran tak menerima pasien lelaki dewasa. Kiran bersikeras tentang itu, sampai pada suatu hari pertahanannya runtuh saat seorang perempuan yang pernah diobatinya dengan bercucuran air mata memohon agar dia bersedia mengobati suaminya yang baru saja digigit ular berbisa.
Kiran membayangkan suami perempuan itu. Seorang laki- laki murah senyum yang amat menyayangi anak- anaknya. Empat orang anak mereka yang lahir berturutan masih kecil- kecil. Seorang diantaranya bahkan belum lagi berusia setahun. Tak mungkin menolak permintaan perempuan yang menatapnya dengan air mata membanjir itu.
Begitulah mulanya.
Diobatinya laki- laki yang digigit ular tersebut. Diramunya obat untuk dia. Dan Kiran memang bertangan dingin. Laki- laki tersebut terselamatkan.
Berita bahwa Kiran akhirnya bersedia juga menerima pasien lelaki dewasa kemudian tersebar dari mulut ke mulut. Karenanya, saat ini pusat pengobatan tersebut memang menerima pasien dari segala umur, termasuk lelaki dewasa. Hanya saja, ada satu hal yang Kiran masih sangat membatasi. Yaitu mengobati para lelaki dewasa itu dengan menyentuh fisiknya. Dia lebih suka mengobati mereka dengan menggunakan mata batinnya untuk mengetahui bagian mana yang sakit dan menyembuhkan penyakit itu dengan menyalurkan gelombang energi tanpa menyentuh mereka secara fisik.
Tapi lelaki yang terbaring pucat di hadapannya ini tak mungkin diatasi dengan cara semacam itu. Ini keadaan darurat, dan dalam keadaan darurat semacam ini Kiran bersedia memberikan perkecualian.
Sore tadi, diberikannya isyarat pada Taluni, seorang gadis belia anak yatim piatu yang sehari- hari membantunya menangani para pasien di pusat pengobatan itu bahwa dia akan menangani lelaki yang bersimbah darah itu sendiri. Biasanya Talunilah yang bertugas membersihkan luka- luka para pasien yang datang sebelum kemudian mereka diobati Kiran. Tapi tadi dia hanya meminta bantuan Taluni untuk menyiapkan dua wadah air hangat. Yang satu berisi air garam, yang lain merupakan rebusan daun sirih.
Kiran juga meminta Taluni untuk menyampaikan kabar pada orang tuanya bahwa dia akan menginap di pusat pengobatan malam ini. Di hari- hari biasa, selarut apapun, dia selalu pulang ke rumah orang tuanya.
Rumah dimana dia tinggal dengan kedua orang tua dan saudara- saudaranya terletak tak jauh dari pusat pengobatan itu. Kiran adalah anak termuda dalam keluarga. Dia memiliki dua kakak lelaki. Dan menurut penaksirannya, lelaki yang entah siapa namanya dan berasal darimana yang sedang diobatinya ini seusia dengan kakak sulungnya.
Sekitar empat tahun lebih tua dari dia sendiri.
***
Api kecil dalam beberapa mangkok tanah liat yang dinyalakan di halaman pusat pengobatan bergerak- gerak tertiup angin, menampilkan pemandangan yang sangat indah.
Biasanya, Kiran senang sekali memperhatikan lidah api semacam itu. Di saat bulan purnama semacam ini keindahan lidah api, bulan penuh dan bayangan pucuk candi yang tampak di kejauhan merupakan sesuatu yang tak kan dilewatkan Kiran untuk dinikmati.
Tapi tidak kali ini.
Petang tadi, setelah menyalurkan energi pada pusat kehidupan dan merasakan bahwa napas lelaki itu menjadi lebih teratur, Kiran membasuh seluruh tubuh lelaki tersebut dengan air hangat.
Pertama digunakannya air garam. Ini akan membantu menghilangkan efek aji- ajian sakti para lawan lelaki itu. Kemudian diulanginya lagi urutan yang sama, membasuh seluruh tubuh pasiennya itu dari pucuk kepala, turun ke arah bahu, tangan, hingga ke ujung kaki dengan rebusan air daun sirih.
Kiran selalu menyukai wangi sirih yang segar. Dengan sangat hati- hati dia mengusapkan rebusan air sirih itu ke tubuh lelaki tampan yang masih tampak sangat pucat itu. Perlahan dibersihkannya luka- luka bekas cakaran dan luka terbuka yang masih meneteskan darah yang tersebar di banyak tempat dalam tubuh lelaki tersebut.
Tak dapat dihindari, selama melakukannya, Kiran makin menyadari bahwa laki-laki ini memiliki raut wajah yang bukan hanya tampan tapi juga menyenangkan. Bibirnya berlekuk indah dengan bentuk yang sangat ramah. Kulitnya kuning kecoklatan. Dan dia sungguh gagah...
***
Suara kanak- kanak bermain dan tertawa tak lagi terdengar. Malam makin larut.
Kiran mengambil sejumlah kulit batang pohon daun wungu. Pohon ini memiliki daun berwarna ungu yang bergelombang di pinggirnya dengan bulir- bulir bunga berwarna merah. Ditumbuknya kulit pohon daun wungu itu.
Kiran juga membuat ramuan dari daun brotowali yang amat berkhasiat untuk menghilangkan kuman. Lalu dengan sangat perlahan dan hati- hati Kiran membalurkan ramuan dari kulit batang pohon daun wungu yang telah dihaluskannya di bagian- bagian tubuh yang bengkak sementara ramuan dari daun brotowali digunakannya di tempat- tempat yang luka.
Dan selama melakukan semua itu, hati Kiran terus bertanya- tanya, siapa gerangan laki- laki tampan yang sedang diobatinya tersebut, serta apa yang terjadi dengannya.
Apa sebetulnya arti mimpi mengenai telaga sangat damai berwarna biru kehijauan yang memancarkan darah itu?
** gambar diambil dari: www.djibnet.com **
Labels: brotowali, candi, darah di wilwatikta, daun wungu, purnama, sirih
Pertama: asli keren.. jarang baca cersil dengan gaya spt ini..
Kedua: lanjutannya sudah disiapkan kan? :)
sedang 2 episode terakhir dari sudut pandang Kiran.. yang nulis Mb Dee? pls.. cmiiw :p
Episode 3-4 yang nulis aku, betul... walau ngga tertutup kemungkinan ke depan nanti ada cerita tentang Dhanapati ditulis olehku, dan cerita tentang Kiran ditulis oleh Kuti... Kita lihat aja kemana cerita ini berkembang ya, karena terus terang aja, kita ngga terlalu bikin plot detail, hanya ada kerangka besarnya saja. Bagaimana cerita dikembangkan dan kemana, tergantung apa yang terpikir saat nulis posting :D
Makasih lhooo sudah mampir. Nanti pas episode 5 tayang, datang lagi ya? :-)
d.~
Aku dulu pernah baca cersil yg judulnya 'pendekar bongkok' dan 'pendekar buta', dan tetap saja jagoannya walau bongkok dan buta namun digambarkan sebagai berwajah tampan...
Ada juga cersil judulnya 'pendekar muka buruk'. aku gak baca karena gak tertarik dg judulnya, hehehehe ;)
makasi udah berkunjung mamah aline ;) ~k
mau nanya apa lagi ya tadi :roll: ah lupa deh gara-gara digangguin anak-anak *nanti kalo ingat balik lagi*
ps: untuk subsitusi kehilangan darah/cairannya gimana neh....
iya deh, Next time panggilnya mas aja.. (Ato Kisanak? ):p
iya lah pasti datang untuk baca episode selanjutnya.. (ibarat baca novel, sy baru dpt beberapa lembar iniii)