Eps 17. Kumbang Ganas Menggagahi Kembang

KETENANGAN. Dan ketepatan. Itu kunci dalam ilmu beladiri. Dan itu yang dilakukan Kiran. Dalam jurusnya yang pertama dia berhasil membuat lawan tak berdaya. Terbelit selendang.

Enam anggota Iblis Sapta Kupatwa terkejut bukan main melihat rekan mereka tak berdaya, mirip seperti tikus yang terjebak. Tak bisa bergerak.

Nyaris serentak keenam lelaki itu melompat. Tiga menyerang Kiran, tiga lainnya mendekati rekannya guna membantu membebaskan.

Dan kembali Kiran memperlihatkan ketenangan. Dengan dingin dia memutar tubuh. Di saat bersamaan dia melontarkan lelaki yang terbelit ke arah tiga rekannya.

“Brukkkkk”

Empat lelaki bertabrakan dan bergulingan.

Nyaris secepat mereka terjatuh, secepat itu pula mereka bangkit. Dengan kemarahan yang ditahan.

“Jika tak diperintahkan untuk menangkapmu hidup-hidup, kau akan mati mengenaskan,” desis si lelaki yang sebelumnya terbelit selendang. Dalam kemarahan dia lupa mengucapkan kata ‘gadisku’.

***



Rembulan masih tersaput mega, mengintip malu-malu.

Di tengah rimba, dekat Pondok Harum, Iblis Sapta Kupatwa mengepung Kiran, menggunakan Formasi Tujuh Bintang.



Kiran masih berdiri tenang. Selendang pelangi dipegang. Erat.

Dengan satu isyarat ketujuh lelaki itu menyerang Kiran. Serangan yang datang seperti badai. Susul menyusul. Dari kanan kiri. Depan belakang. Atas bawah. Seperti sekumpulan kumbang ganas yang berupaya menggagahi kembang.

kumbang-ganas

Namun Kiran bukanlah kembang yang pasrah. Gerakannya lincah. Selendang pelangi yang digerakkan dalam berbagai variasi menimbulkan pendar aneh, yang bisa menangkis serangan, sekaligus membalas.

***



Di dalam pondok, Dhanapati bersila. Sebagai jagoan yang berpengalaman, dalam sekali pandang dia tahu kalau Iblis Sapta Kupatwa tak akan bisa mengalahkan Kiran. Gerakan ketujuh lelaki itu masih kasar. Mudah ditebak dan minim kreasi. Apalagi mereka rupanya diperintahkan untuk menangkap Kiran hidup-hidup, yang membuat upaya mereka menjadi lebih sukar.

Sementara gerakan Kiran sungguh sukar ditebak. Gerakannya sangat ringan, pertanda laghima sariranya sudah mencapai taraf yang cukup tinggi. Kadangkala selendangnya mengeras seperti tombak, kadang digunakan sebagai kitiran. Kadang seperti membelai. Semua itu dilakukan Kiran dengan sangat luwes, mirip penari keraton yang menari di depan Raja.

Setelah melihat Kiran bisa membela diri, perlahan Dhanapati mengatur nafas sambil bersila. Pukulan mantan rekan di Bhayangkara Biru sungguh amat hebat. Luka yang diderita sangat parah. Organ dalam tubuhnya rusak. Tenaga saktinya kacau.

Pengobatan yang dilakukan Kiran memang sudah mampu memulihkan sebagian besar organ dalamnya yang terluka, juga berhasil mengusir racun yang tadinya bersemayam dalam tubuh. Namun tenaga saktinya masih belum pulih.

Perlahan dia menarik nafas, menahan sedikit di dada dan menghembuskan melalui mulut. Dia melakukan itu berkali-kali, sambil tetap mengamati pertarungan. Melihat bagaimana secara perlahan Kiran mulai bisa mendesak para pengepung.

Gadis itu sungguh hebat, pikir Dhanapati.

Di Jawadwipa, tak banyak pendekar perempuan yang memilih selendang sebagai senjata. Dibanding pedang, golok atau keris, maka selendang dapat dikatakan merupakan senjata dengan tingkat kesulitan paling tinggi. Untuk bisa menggunakan selendang sebagai senjata diperlukan tenaga sakti tingkat tinggi yang khas. Tenaga sakti inilah yang disalurkan melalui selendang sehingga  kain ini bisa beralih fungsi menjadi senjata.

Namun mengingat bahwa gadis ini menguasai jurus Indradhanu Maharup Kaaya, bahkan kemungkinan besar merupakan pewaris terakhir dan satu-satunya, tak mengherankan jika gadis itu bisa memainkan selendang dengan sangat mahir.

Dhanapati kembali mengamati pertarungan. Dalam beberapa jurus, seharusnya Kiran sudah bisa melumpuhkan satu atau dua pengepung. Dan hanya masalah waktu bagi gadis itu untuk menundukkan para tamu tak diundang itu.

Dhanapati kembali menarik nafas, menahan di dada dan menyalurkan melalui mulut. Dia kemudian meletakkan kedua telapak tangan ke lantai kayu. Perlahan dia mengangkat tubuhnya dengan posisi berdiri dengan tangan. Dia kemudian membengkokkan kedua kakinya sehingga nyaris menyentuh punggung.

Dia berkonsentrasi, mencoba mengalirkan tenaga sakti.

Dan tiba-tiba nalurinya merasakan sesuatu.

Semenjak bergabung dengan Bhayangkara Biru, Dhanapati sangat memercayai nalurinya. Nalurinya yang tajam telah berkali-kali menyelamatkan nyawanya.

Dan kini, perasaan itu muncul kembali.

Nalurinya mengatakan ada bahaya yang mengintai.

Nalurinya mengatakan, ada jagoan lain, jagoan yang lebih hebat, yang mengintai.

Perlahan Dhanapati menggapai Pedang Api. Dan berdiri. Menanti.

***



Puluhan tombak dari pondok, beberapa pasang mata mengamati pertarungan.

“Tak salah lagi, dia gadis yang kita cari. Apalagi dia menguasai jurus Indradhanu Maharup Kaaya,” terdengar suara bening seorang perempuan.

“Dan dia cantik. Tubuhnya sintal…”

“Huss. Kau jangan main-main. Perintah untuk kita sangat jelas. Gadis itu harus diringkus hidup-hidup. Kau jangan melakukan perbuatan yang bisa mengacaukan rencana…”

“Ketua Muda memang cerdik, dengan menyuruh Iblis Sapta Kupatwa menyerang terlebih dahulu…”

“Benar. Iblis Sapta Kupatwa membantu kita memastikan identitas gadis itu. Juga memudahkan, karena kini aku tahu bagaimana menghadapi Indradhanu Maharup Kaaya…”

“Jadi kita serang sekarang?”

“Iya. Kau habisi pemuda di pondok itu. Kami berdua menangkap gadis itu.”

“Ayo…”

Dalam keremangan malam, tiga bayangan melayang ringan. Berbeda dengan Iblis Sapta Kupatwa, tiga bayangan ini sama sekali tidak melakukan kesalahan.

(bersambung)

20 Comments:

  1. Lena said...
    seruuuu......
    lanjutkan...
    blacktiger said...
    keren... makin seru dan bervariasi..
    padepokanrumahkayu said...
    hehehe... siap lanjutkan :)

    makasi lena ;) ~k
    padepokanrumahkayu said...
    tengkyu sand ;) ~k
    rice2gold said...
    ketiga orang itu apakah mereka yang mampir di pawon mantera kata? atau mereka yang bersembunyi dibalik pepohonan tidak jauh dari kediaman pendekar padiemas?

    saudara-saudara mari kita tunggu kisah selanjutnya diepisode mendatang,sampai jumpa lagi....

    check sound..1,2,3....maaf lagi latihan jadi penyiar radio "ecek-ecek" hehehe....
    Mechta said...
    Deg2an nunggu lanjutannya..
    *ih, judul epsd kali ini sereem...*
    padepokanrumahkayu said...
    test mike test... ;)

    btw radio ecek2 itu apaan sih bro? hehehehe :) ~k
    padepokanrumahkayu said...
    haha... awalnya eps ini dikasih judul 'Formasi Tujuh Bintang'. Tapi setelah dipikir2 kayaknya yang kumbang yg lebih berkesan dan lebih 'serem' :mrgreen: ~k
    rice2gold said...
    radio yang cuma buat check sound aja hehehehe ;)
    Jilena said...
    Ketua Muda mungkin memang cerdik, dengan menyuruh Iblis Sapta Kupatwa menyerang terlebih dahulu…

    tapi naluri Dhanapati, pasti, sekali lagi menyelamatkan dirinya juga gadis berselendang pelangi itu..

    (pembaca yang optimis :mrgreen: )
    cyperus said...
    kiran..kiran..tiap gw baca tulisan nama itu slalu aja bablas jd kiranti..haha..

    eh, ntar lok ktemu ama si selendang pelangi, bilangin gw mw pinjem slendangny..ato lok g tanyain dia beli dimana..hehe..
    'dee said...
    astaga... kumat.com :mrgreen: d.~
    qyuqyu said...
    para pendekar mulai unjuk muka..hehehe...
    mechta said...
    Ayo...ayo segera tayang beberapa episode berturut....buat bacaan saat 'harpitnas' hihi...
    'dee said...
    hahaha.. kalo harpitnas kita juga libur bikin episode baru, kan ikutan liburan.. ha ha.. ngga deng, ini eps 18 lagi dibuat.. moga2 selesai sebelum libur harpitnas habis :) selamat liburan ya.. d.~
    padepokanrumahkayu said...
    he he... koq 'mulai'? ini sudah episode kesekian belas koq, bukan baru mulai :) d.~
    padepokanrumahkayu said...
    hahaha... kita nulisnya ketularan optimis juga deh kalo gitu :) d.~
    padepokanrumahkayu said...
    halaaahhh... ada2 aja... :lol: btw, pendekar candu rusuh muncul di eps 18 tuh... tengkyu ya pinjaman puisinya... :D d.~
    wi3nd said...
    kiran hati hati yaaa...

    **gambar kumbangnya kaya laba laba :D

    keren ..;)
    sony shy said...
    Keren...speechless.

Post a Comment