Eps. 27 Perpisahan Di Malam Gelap

Malam itu malam biasa, sama seperti yang lain. Bunyi jangkrik bersahutan, ditingkahi suara burung hantu. Di angkasa bintang gemintang samar disaput mega.

Malam itu malam biasa, tapi tak seperti biasa, Kiran gelisah dalam tidurnya.

Pada suatu saat dia terjaga dengan mendadak dan dengan segera bangkit, tak lagi berbaring tapi duduk. Hatinya berdebar. Dia baru saja bermimpi. Dalam mimpinya itu, Dhanapati berpamitan padanya.

“ Adik kecil, “ begitu sapa Dhanapati dalam mimpinya tadi, “ Ku kan pergi sekarang. Tak kan kutemui dulu engkau, karena aku ingin kau lepaskan diri dariku. “

Kiran merasa dadanya berdegup kencang. Dia melihat sekeliling. Putri Harum Hutan dan ketiga Dara tampak tertidur lelap.

elang2



Kiran berjingkat pelan menuju pintu. Dibukanya pintu pondok perlahan. Begitu dia berada di luar pondok, dengan cepat pandangnya menyapu sebuah dipan di dekat pintu dimana tadi dia berharap akan mendapati Dhanapati sedang tidur.

Dipan itu kosong.

Kiran terkesiap. Kemana Dhanapati?

Didekatinya dipan tersebut.

Dirabanya. Dingin.

Dhanapati tidak tidur di sini, pikir Kiran. Dia melangkah lagi hendak mencari di sekitar pondok ketika dilihatnya sobekan daun pisang tergeletak di pojok dipan. Rupanya itu daun pisang bekas alas makan mereka sore tadi, walau tak tampak sisa makanan di situ. Daun pisang itu bersih, jelas daun itu telah dibilas air sebelumnya.

Ada tulisan digoretkan dengan ujung ranting yang tajam di atas daun pisang itu. Kiran membacanya perlahan

adik kecil
ku kan pergi sekarang


tak kan kutemui dulu engkau

karena kuingin kau lepaskan diri dariku

kuingin

kau latih sayapmu agar kuat
hingga nanti


kau dapat terbang
ke arah mentari


seperti burung elang

kuingin

kau kepakkan sayap indahmu
seperti kupu-kupu


lalu

terbang jauh

menatap indahnya

jagad raya

-- kutahu kelak

saat rindu telah merobek dada
saat rasa tak lagi tertahankan


kau dan aku 'kan
bertemu kembali


: kutahu ada saat dimana

adik kecilku ‘ kan dapat kutemukan kembali

~ dan ku 'kan sangat bangga jika saat itu

kutemukan sayapmu kuat dan
kokoh


dan kau dapat terbang sendiri
meraih bulan


mencapai gemintang

~ tak kan kutemui kau sekarang adik kecil

karena kuingin kau pergi
terbang tinggi


memeluk jagad raya

: jaga dirimu baik- baik – Dh.

Dada Kiran sesak. Air matanya mengalir deras membasahi pipi...

***



Keesokan harinya di Trowulan...

Sang Surya bersinar terik.

Dedaunan di pohon rindang yang tumbuh di depan Pawon ManteraKata menggeliat malas. Beberapa pendekar datang dan pergi keluar masuk kedai.

Di dalam kedai duduk beberapa pendekar di kursi dekat jendela. Sementara itu di sebuah pojok duduk seorang lelaki berbaju lusuh dengan rambut keriting. Ikat kepala yang digunakannya tak lagi jelas warnanya. Lelaki tersebut, Pendekar Candu Rusuh, tak nampak sedikitpun perduli pada sekitarnya. Tanpa melihat sekeliling dia menggumamkan beberapa kalimat yang tak jelas terdengar.

Para pendekar di dekat jendela tak nampak pula terlalu memperhatikan kehadiran lelaki ini. Semua pendekar di sekitar Trowulan tahu bahwa Pendekar Candu Rusuh biasa berkeliaran dimana- mana sambil bergumam mengucapkan beragam syair.

Mbakyu Tri berjalan mendekat ke arah meja Pendekar Candu Rusuh, membawakan segelas minuman dan sepiring makanan.



Pendekar Candu Rusuh menoleh sejenak saat mendengar suara langkah mendekat. Dia menatap mbakyu Tri dan dengan cepat mengerjapkan matanya, lalu memalingkan kembali mukanya menatap jauh ke sebuah titik yang tak nampak sambil bergumam perlahan.

kabar dari burung kenari
akan ada yang
datang
di sebuah hari yang cerah

entah

Mbakyu Tri dengan segera mengerti bahwa itu adalah pesan untuknya.

Akan ada yang datang, katanya? Mbakyu Tri melangkah mendekati meja, menghidangkan minuman dan makanan yang tadi dibawanya ke hadapan Pendekar Candu Rusuh dan tanpa kentara menganggukkan kepala.

Pesan telah diterima.

Akan ada yang datang. Kalau begitu harus aku siapkan pesannya, pikir Mbakyu Tri.

Dia berpikir sejenak. Tertatap olehnya betapa teriknya Sang Surya membakar bumi diluar sana. Segera setelah melihat terik sinar mentari itu, dia tahu bagaimana cara pesan itu harus disampaikan.

Mbakyu Tri bergegas kembali ke meja dimana dia biasa duduk menanti tamu dan menerima pembayaran dari mereka. Dibukanya sebuah wadah yang dia letakkan di bawah meja lalu dikeluarkannya sebuah kipas kertas dengan lukisan dari tinta hitam tergambar di atasnya.

Mbakyu Tri menuliskan beberapa baris kalimat di atas kipas kertas tersebut

kabar panjang
sebuah rahasia
dia harus pergi


ia harus pergi
menghindari dari
rasa sakit dan perih
sebuah pengkhianatan
sebuah kekecewaan


Lalu hampir tanpa kentara ditulisnya sebuah aksara Jawa di pojok kipas tersebut. Aksara kedua belas dalam deretan aksara Jawa yang menunjukkan huruf Dh.

Mbakyu Tri tak tahu siapa yang akan datang tapi dia memiliki pesan yang harus dia sampaikan pada seseorang. Siapa yang harus dititipi pesan tersebut nanti akan dia ketahui jika tamu- tamu lain sudah datang.

Disimpannya kipas tersebut dengan hati- hati ke dalam laci meja lalu mbakyu Tri bangkit dari duduknya, hendak berkeliling lagi ke seluruh kedai menyapa para pelanggannya.

Baru saja dia berdiri, masuk ke dalam ruangan delapan pasang suami istri.

Mereka langsung menuju ke meja besar di tengah ruangan. Para perempuan duduk di salah satu meja di sana, sementara para lelaki duduk di meja yang bersebelahan.

Mbakyu Tri maklum apa sebabnya. Ini bukan pertama kali hal tersebut terjadi. Dia sudah lama tahu bahwa begitulah yang akan terjadi jika para pegawai tinggi Kotaraja berkumpul.

Tanpa harus bertanya, dia juga tahu siapa yang paling tinggi jabatannya di antara mereka, dan yang mana istrinya. Mudah untuk mengamati sebab pada seorang laki- laki yang paling tinggi jabatannya dan seorang perempuan yang merupakan istrinyalah perhatian akan tercurah.

Itulah yang terjadi di kedua meja tersebut. Perhatian di meja berisi para lelaki terpusat pada seorang lelaki berkulit bersih di sana. Mbakyu Tri yakin dialah yang jabatannya paling tinggi diantara para lelaki tersebut. Sementara di meja sebelah, tujuh orang perempuan memusatkan perhatian pada seorang perempuan yang sejak duduk sibuk berbicara. Entah apa yang dibicarakan. Mungkin sedang memberikan wejangan...

Mbakyu Tri mendekat ke meja besar di tengah ruangan, menyapa mereka dan bertanya makanan dan minuman apa yang hendak mereka pesan. Delapan orang lelaki dan delapan orang perempuan riuh saling bertanya pada yang lain apa yang hendak mereka pesan untuk hidangan siang itu.

Mbakyu Tri menanti sambil berdiri di dekat meja besar tempat mereka duduk.

Saat dia berdiri itulah, seorang perempuan dan seorang lelaki memasuki Pawon ManteraKata. Lendi Cidra datang bersama kawannya yang memang biasa datang bersama dia ke Pawon ManteraKata. Kedip Durlaksana namanya.

Kedip berhidung bulat dan bergigi besar. Lelaki itu jauh dari tampan dan sejak pertama kali melihatnya dulu, mbakyu Tri tak pernah menyukainya. Entah mengapa pada diri Kedip Durlaksana mbakyu Tri merasakan gelombang kecurangan, kejahatan yang berpadu dengan sikap pengecut yang selalu terasa nyata saat dia hadir di kedainya.

Para tamu di meja besar masih berunding tentang apa yang akan mereka pesan dan belum seorangpun menoleh ke arah Mbakyu Tri, karenanya dia dapat memperhatikan kedua tamu yang baru masuk itu dengan cermat.

Lendi Cidra memasuki ruangan kedai dengan tingkah seperti biasa. Bahasa tubuh yang mengundang dan cara bicara genit yang dibuat- buat. Mbakyu Tri sungguh tak suka melihat bahasa tubuh semacam itu. Dalam benaknya dia memikirkan seonggok daging yang dijual murah.

Lendi Cidra menoleh ke sekeliling ruangan dan tiba- tiba mukanya tampak cerah. Dia menggamit lengan Kedip Durlaksana dan menunjuk ke satu arah. Ke meja besar di tengah ruangan.

Muka jahat dan suram Kedip seketika berubah. Dia sekarang menampakkan raut muka ramah yang manis.

Kedip mengikuti Lendi Cindra menuju meja besar di tengah ruangan. Mereka berdua lalu menyapa dengan sangat ramah perempuan yang merupakan istri petinggi Kotaraja. Sapaan itu dijawab dengan ramah dan hangat pula oleh perempuan yang disapa sambil dia menunjuk suaminya di meja sebelah.

Lendi Cidra dan Kedip Durlaksana berpindah mendekat pada sang suami menyapa dengan manis pula.

Mbakyu Tri memperhatikan dengan sudut matanya apa yang terjadi. Dilihatnya dengan jelas bagaimana Lendi Cidra dan Kedip Durlaksana berusaha berpanjang- panjang bicara. Mbakyu Tri berani bertaruh, mereka berdua menanti undangan untuk duduk semeja.

Tapi undangan itu tak diberikan. Tidak dari sang pegawai tinggi di Kotaraja, tidak pula dari istrinya. Karenanya setelah beberapa saat mereka berdua terpaksa berpamitan dan mencari tempat duduk lain.

Mbakyu Tri masih berdiri di dekat meja besar. Pada saat yang sama, selang beberapa meja dari situ, tampak Pendekar Candu Rusuh berdiri. Letak mejanya lebih dalam dari meja besar tersebut. Untuk mencapai pintu kedai, dia harus melalui meja besar dimana mbakyu Tri sedang berdiri sekarang.

Pesanan makanan belum juga disampaikan, tapi topik pembicaraan di meja besar dimana para istri petinggi Kotaraja duduk rupanya mulai bergeser. Mereka tertarik pada kehadiran Lendi Cidra dan Kedip Durlaksana tampaknya sebab mereka mengikuti dengan pojok mata ke arah mana kedua orang itu berjalan.

Salah satu perempuan yang duduk di meja besar menanyakan kepada istri petinggi Kotapraja tentang Lendi Cidra dan Kedip Durlaksana yang tampak akrab dengannya.

“ Akrab?” terdengar jawaban istri sang petinggi Kotapraja ketus, “ Tidak. Aku sama sekali tak akrab dengan mereka. “

Mbakyu Tri mengerutkan kening. Istri petinggi Kotaraja ini sering sekali datang ke Pawon ManteraKata bersama- sama dengan Lendi Cidra dan Kedip Durlaksana dan mereka selalu tampak akrab. Mengapa dia tak mengakui keakraban mereka? Aneh sekali.

“ Kedip itu culas, dan lihat saja Lendi Cidra. Mana mungkin aku akrab dengan perempuan murahan semacam itu? “ begitu kalimat yang keluar dari mulut istri sang petinggi Kotapraja. Kalimat itu diucapkan tepat ketika Pendekar Candu Rusuh menghampiri mbakyu Tri dan mengangsurkan sekeping uang perunggu untuk membayar makanan dan minuman yang dia makan. Pasti Pendekar Candu Rusuh, walau tak menampakkan perubahan air muka, mendengarnya.

Mbakyu Tri menerima pembayaran tersebut sambil mengucapkan terimakasih. Ditatapnya Pendekar Candu Rusuh melangkah keluar dari pintu, berjalan menjauh dari Pawon Manterakata, sambil seperti biasa dia mengucapkan baris- baris syair…

kini kupercaya
ada banyak orang


bertopeng

ada banyak orang
berpura baik


tanpa ketulusan

demi keuntungan
sesaat


kini kupercaya
orang tak tahu malu


jilat ludahnya sendiri
itu ada


kini kupercaya
demi kekuasaan


dan puja puji
walau semata


basa basi

dari hati yang busuk

orang bisa
palingkan muka


dari kebenaran

bisa

tutup mata
pada kenyataan


kini kupercaya

ada orang yang
melatih diri


'tuk jadi penjilat
dan menanti dijilat...


( bersambung )
................................................................................................................................

Catatan:

Puisi- puisi dalam episode 27 ini merupakan puisi- puisi yang pernah dimuat dan/atau modifikasi dari puisi yang pernah dimuat di blog manterakata dan daunilalang.

Link ke puisi aslinya diberikan di masing- masing puisi.

Terimakasih banyak pada Hes dan Wicak Hidayat atas kebaikan hatinya meminjamkan puisi kedua dan ketiga dalam posting ini.

** gambar diambil dari: e-cards.com **

9 Comments:

  1. rice2gold said...
    numpang petik gitar menyanyikan lagu kepedihan ;)

    ..................

    karamnya cinta ini
    tenggelamkanku diduka yang terdalam
    hampa hati terasa
    kau tinggalkanku, meski ku tak rela
    salahkah diriku hingga saat ini
    kumasih mengharap kau tuk kembali
    mungkin suatu saat nanti
    kau temukan bahagia meski tak bersamaku
    bila nanti kau tak kembali
    kenanglah aku sepanjang hidupmu

    (song by ; naff "kenanglah aku")
    hes said...
    Pendekar candu rusuh datang puisi beraksi ;) *Lagi nunggu kapan suaminya mbakyu tri yang katanya jagoan yang menyamar muncul dan beraksi* :lol: hehe
    kuti said...
    ehem ehem ;)
    kuti said...
    haha...kita masih sementara carikan peran yg cocok utk sang suami. mungkin sebagai 'konsultan' teknologi persenjataan kerajaan? ;)

    dan tentu saja kita jg masih mencari nama yg cocok. ada usul? :mrgreen:
    rice2gold said...
    kenapa tenggorokannya? ;)
    mechta said...
    Hiks...yg semoga hati yang retak tak akan melemahkan sayap yg kan terkepak...
    meiy said...
    wih seru! namanya aneh2 yah. aku suka puisi2nya kereeen...pendekar candu rusuh keren ya! tapi kok namanya candu rusuh sih, agak2 gimana gitjuuu hehehe...
    blacktiger said...
    hanya satu kata....mantap!
    wi3nd said...
    hebat,yang dalam mimpinya kiran bisa sama dengan nyatanya..
    pesan itu sama persis :)


    bersiap episode berikutnya..

Post a Comment