Eps 32. Gelombang Dari Tempat Jauh

OMBAK berdebur tanpa henti, lidahnya menjilat- jilat tepi tebing. Sementara itu, tinggi di atasnya, di sebuah pondok di tengah hutan berbatas tebing di tepi samudera tersebut, seorang nenek tua terus sibuk meracik dan menumbuk beragam daun, bunga dan biji- bijian.


Nenek itu, Mohiyang Kalakuthana, terkenal sebagai si ratu racun di kalangan para pendekar. Keahliannya meracik racun tak tertandingi selama berpuluh tahun terakhir.


Mohiyang Kalakuthana sendiri gerak- geriknya masih sangat gesit. Dia tak pernah lupa meminum jamu- jamuan yang racikannya sendiri setiap hari. Hal yang membuatnya awet muda.


gelombang



Nenek itu terus menumbuk, sampai suatu saat geraknya terhenti ketika dia mendengar suara derit dari dipan disampingnya.


Kiran bergerak sedikit, tapi dia masih tertidur. Mohiyang Kalakuthana mengamati gadis itu sejenak lalu meneruskan pekerjaannya.


Tak ada yang perlu dikuatirkan. Napas Kiran tampak teratur. Artinya, obat bius yang diberikannya pada Kiran tepat ukurannya. Tak kurang, tak lebih. Cukup untuk membuat Kiran tak sadarkan diri tapi tak berlebihan hingga membahayakan jiwanya.


Pesan yang diterima Mohiyang Kalakuthana memang dengan jelas dan tegas meminta agar mereka menculik Kiran hidup- hidup. Dan itulah yang dilakukan Mohiyang. Kiran tak terluka sedikitpun. Dia tertidur dan dengan mudah setelah itu tubuhnya dipanggul oleh Pendekar Mata Naga yang bersembunyi di dekar rumah dimana Mohiyang berada serta merintih- rintih agar terdengar oleh Kiran.


Pendekar Mata Naga pulalah yang dititipi oleh Mohiyang Kalakuthana untuk menyampaikan pesan bahwa Kiran telah tertangkap pada orang yang memberikan perintah baginya untuk menangkap Kiran.




Sebagai bukti bahwa Kiran memang telah berhasil ditangkap dan ada dalam kekuasaannya, Mohiyang melepas gelang dari batu kecil yang dipergunakan Kiran di pergelangan tangannya dan memberikannya pada Pendekar Mata Naga untuk diberikan pada sang pemberi perintah. Pendekar Mata Naga meninggalkan Kiran dan Mohiyang Kalakuthana segera setelah menerima gelang tersebut.


***


Kiran bergerak lagi.


Dia merasa memasuki sebuah terowongan panjang yang berputar mendesing dengan warna- warni terang yang berganti- ganti.


Kuning.


Jingga.


Biru.


Hijau.


Kiran merasa tubuhnya berada di pusat terowongan tersebut dan terus berputar mengikuti arah putar terowongan  ditingkahi percikan cahaya warna- warni itu.


Mohiyang Kalakuthana menoleh lagi, memperhatikan Kiran. Ah, pikirnya. Gadis ini sebentar lagi sudah akan sadar.


Mohiyang memperhatikan raut muka Kiran. Raut muka yang tampak bersih dan menyenangkan.


Kiran bergerak lagi.


" Rama... " terdengar suara lirih gadis itu.


Kiran mengigau.


Mohiyang menghentikan gerakannya menumbuk ramuan. Hmmm, gadis ini sangat dekat dengan ayahandanya rupanya. Saat dia mengigau, ayahnyalah yang pertama kali disebut.


Mata Kiran masih terpejam, dan dadanya tampak naik turun teratur. Dia tertidur lagi.


Tak lama kemudian Kiran bergerak lagi. Terdengar kembali suara lirih. Tak begitu jelas apa yang diucapkannya.


Lalu gadis itu tertidur kembali.


Beberapa saat kemudian, terdengar lagi suaranya, " Kang... mas... ma...u...per... gi... ke... ma... na? " yang segera disusul dengan, " A... ku...i... kut... "


Mohiyang mengamati dan berpikir. Siapa yang dipanggilnya Kangmas itu?


Kiran bergerak lagi. " Ka.. lau... be... gi... tu... a... ku... ma... u...pu... lang... ke... ru... mah... sa... ja... "


Mohiyang berpikir lagi. Mau pulang ke rumah, katanya? Jadi artinya Kangmas yang dimaksudkannya adalah seseorang yang bukan berada di lingkungan tempat tinggalnya, kalau begitu.


Terdengar lagi Kiran mengigau. Kali ini suaranya terdengar begitu pilu dan sedih.


" Kau... be... lum... sem... buh... "


Air mata meleleh dari sudut mata Kiran.


" A... ku... i... ngin... me... ngo... ba... ti... mu... hing... ga... sem... buh... "


Air mata itu menderas.


Mohiyang Kalakuthana tentu saja sudah mendapatkan informasi lengkap tentang keberadaan Kiran sebelum akhirnya tertangkap. Mohiyang tahu, ada empat orang perempuan lain dan satu orang lelaki dalam rombongan Kiran sebelum ini. Lelaki itu konon anggota Bhayangkara Biru yang diobati oleh Kiran, Dhanapati namanya.


Mohiyang dengan segera mengerti. Kemungkinan besar Dhanapatilah yang muncul dalam igauan Kiran itu...


Suara lirih Kiran terdengar lagi, " A... ku... i... kut... kang... mas... sa... ja... "


Lalu kemudian tampak air mata  Kiran mengalir menganak sungai.


Mohiyang menanti. Dia tahu sebentar lagi Kiran sudah akan ada pada tahap kesadaran penuh walau masih akan merasa pusing.



Dia benar. Tepat seperti yang telah diduganya, tak lama setelah itu Kiran membuka mata.Gadis itu lalu menggerakkan kepalanya, mengamati seluruh pondok dengan heran.

Tak dikenalinya tempat ini.


Ombak di lautan yang terletak di bawah tebing terus bergulung, gelombang seperti berlari susul menyusul. Lidahnya menerpa tebing dan air memercik kemana- mana.


Kiran dengan segera menangkap suara ombak itu.


Dimana dia, dan...


Kiran menatap nenek tua yang duduk di dekatnya. Belum sempat dia membuka mulut untuk bertanya, nenek itu telah lebih dulu berkata padanya, " Aku Mohiyang Kalakuthana. "


Oh, pikir Kiran, jadi ini Mohiyang Kalakuthana yang terkenal itu, rupanya. Kiran yang seorang tabib tentu saja pernah mendengar nama Mohiyang Kalakuthana, si ratu racun.Namun bagaimana dia bisa berada disini bersamanya?



Kiran mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Kepalanya berdenyut. Dia merasa ruangan di sekitarnya berputar.

Kiran pusing, mual dan tanpa mengerti sebabnya merasa sangat sedih. Dia teringat rumahnya, ayah dan ibu serta kakak- kakaknya. Dan dia juga teringat pada Dhanapati. Rasa rindu tiba- tiba menyeruak dalam hatinya. Ada rasa sangat nyeri yang menggigit...

***


Pada saat yang sama,  di tengah sebuah hutan jati, seorang lelaki berjalan sendiri. Di tangannya tergenggam sebuah pedang. Dia berjalan cepat walau tampak waspada. Langkahnya ringan, walau cepat tapi hampir tak mengeluarkan suara sedikitpun.


Sang Surya bersinar hangat. Cahayanya menerobos diantara daun- daun jati yang lebar lalu menimpa tanah.


Dhanapati terus berjalan. Dia harus bergegas. Semakin cepat dia menjauh dari Trowulan, semakin baik baginya.


Sudah dua malam berlalu sejak dia meninggalkan Pondok Putri Harum Hutan. Dhanapati terus berjalan menyebrangi sungai dan menembus hutan. Dihindarinya jalan besar. Sebisanya dia tak hendak bertemu dengan manusia lain sementara ini. Tenaga dalamnya belum pulih benar dan semakin sedikit dia bertemu manusia, semakin kecil kemungkinan dia membutuhkan tenaga dalamnya itu.


Dhanapati terus berjalan menembus hutan sampai suatu saat tiba- tiba saja dia merasa sebuah gelombang yang sangat kuat menerpanya. Gelombang ini tak kasat mata, tak pula terdengar, tapi gelombang kuat ini menguasai pikirannya, memenuhi hatinya. Dhanapati teringat pada Kiran. Entah mengapa, dia merasa gadis itu sedang sangat bersedih, dan... dialah yang menjadi sumber kesedihannya.


Dhanapati terus melangkah, tapi bayang- bayang Kiran seakan mengikutinya.


Dhanapati menghela napas panjang.  Dia berusaha menghapus bayangan gadis tersebut dari angannya dengan berjalan makin cepat.


Sementara itu, di pondok di tengah hutan dimana suara gelombang air dan debur ombak terdengar kuat, Kiran merasa dirinya tergulung dan terhempas dalam kerinduan yang makin dalam.


Air matanya mengalir deras tanpa dapat dikendalikan...


( bersambung)





** gambar diambil dari: www.graphicshunt.com **

7 Comments:

  1. mechta said...
    oo..jadi gitu to...*manggut2 sok ngerti, hehe*
    Meiy said...
    Pengen brguru k ratu racun haha tp u membuat penangkal racun. Kereeen. Ini dee's made?
    padepokanrumahkayu said...
    he he he... iya eps. 32 ini aku yang nulis meiy... thanks yaa... :) d.~
    padepokanrumahkayu said...
    ha ha ha.. ikuti saja episode selanjutnya nanti kan nyambung semua ceritanya... makasih ya mechta, senang lihat mechta selalu menanti posting di padepokan ini :D d.~
    wi3nd said...
    tepian rindu yang semakin..
    Suke said...
    sekian ribu malam menjelajah hutan kayu mencari tuan putri, belum ketemu ketemu... dududuudu....
    wi3nd said...
    nenek itu siapa yah?

    penasaran ama si nenek, jahatkah dia.:roll:


    hemm..kiran dan dhanapati tampaknya sehati :D

Post a Comment