Eps 37. Kabar Tentang Kalung Yang Dicuri

GEMERISIK dedaunan, suara serangga dan debur ombak meningkahi malam.

Mohiyang Kalakuthana duduk di tepi dipan, menatap tajam pada Kiran yang tangannya sudah terjulur hendak membuka kait pintu.

" Mau kemana, cah ayu? " tanya Mohiyang, sang ratu racun, pada Kiran.

Kiran memberikan isyarat. Menunjuk ke arah luar. Dengan segera Mohiyang Kalakuthana mengerti maksud Kiran. Dengan kecepatan dan kecekatan yang mengagumkan mengingat umurnya yang sebetulnya sudah tua, Mohiyang Kalakuthana turun dari dipan dan dalam sekejap telah berada di samping Kiran.

" Mundur, cah ayu, " desis Mohiyang pada Kiran, " Biar kutangani mereka... "

Kiran menurut. Dia mundur selangkah, namun dengan sikap tetap waspada. Dengan cepat dia mengeluarkan sehelai selendang berwarna pelangi dari balik kain yang dia gunakan dan mengikatkan selendang tersebut di pinggangnya...


***


Damai meliputi malam di desa Wening. Seorang lelaki setengah baya dengan raut wajah yang sangat ramah dan bersih menutup pintu pusat pengobatan untuk rakyat miskin yang terletak di sebuah tempat yang tinggi di desa tersebut.



Di kejauhan tampak bayang- bayang candi di Kota Trowulan.

Lelaki tersebut berjalan meninggalkan pondok yang digunakan sebagai pusat pengobatan. Dia baru saja selesai mengobati pasien terakhirnya hari itu. Dicucinya tangan di sebuah pancuran kecil yang terletak di depan pondok.


Dan tiba- tiba dia tertegun.


Ada apa dengan Kiran, pikirnya. Sejenak barusan saat air yang dingin dan sejuk mengalir membasahi tangannya dia seakan melihat gambar Kiran berkelebatan di depan matanya.


Lelaki itu mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah. Dia membalikkan badan kembali ke arah pusat pengobatan dan duduk bersila di pendopo. Api kecil dari sebuah sumbu yang diletakkan dalam sebuah wadah gerabah berisi minyak menerangi pendopo tersebut.


Lelaki tua itu, ayah Kiran, merentangkan tangan lalu mengatupkannya di depan dada. Matanya terpejam. Dia memusatkan pikirannya, dan sejenak kemudian dia menemukan apa yang dicarinya.


Kiran.


Suara debur ombak terdengar di telinga lelaki tua itu. Ah, pikirnya. Kiran saat ini berada di sebuah tempat yang berada dekat dengan lautan.


Anak gadisnya tampak baik- baik saja, namun gelombang kegalauan sangat terasa. Ana apa, nduk, pikir lelaki tua itu. Ada apa? Mengapa kamu begitu galau?


Lelaki itu memusatkan pikirannya lagi, mencoba membaca pikiran Kiran.


Ketika itulah terdengar suara derap kaki kuda mendekat.Lelaki setengah baya itu  menoleh. Dengan segera dia mengenali siapa yang datang, pemilik Pawon Mantera Kata, Pendekar Wolu Likur.


" Pendekar Wolu Likur, " dia menyapa tamunya, " Ah, ada keperluan apa rupanya, malam- malam datang kemari ? "


" Aku diutus untuk menyampaikan sebuah pesan penting, " jawan Pendekar Wolu Likur. Lalu perlahan dia menyebutkan sebuah kata sandi, " Sang Surya Sudah Terbit Dan Menanyakan Hujan. "


kalung


Dada lelaki setengah baya itu berdetak lebih kencang. Sang Surya Sudah Terbit Dan Menanyakan Hujan. Kabar tentang Kiran, rupanya yang dibawa oleh Pendekar Wolu Likur.


Dia menatap tamunya tanpa mengatakan apa- apa tapi tangannya memberikan isyarat, mempersilahkan sang tamu untuk duduk di pendopo.


Dan disanalah Pendekar Wolu Likur bercerita bahwa mereka menerima pesan dari Putri Harum Hutan mengenai diculiknya Kiran.


" Pesan itu dibawa oleh seekor merpati ke Pawon Mantera Kata, " kata Pendekar Wolu Likur. " Kami sudah bergerak menghubungi jaringan Para Pelindung Yang Tersumpah, dan beberapa orang telah bergerak menyebar. "


" Lalu, " kata Pendekar Wolu Likur melanjutkan ceritanya, " Malam ini kami berdua, aku dan istriku, berada lebih larut daripada biasanya di kedai, sebab besok akan ada beberapa petinggi dari istana yang memesan masakan dari kedai kami. Jadi kami sedang mempersiapkan pesanan tersebut. Kedai sendiri sebetulnya sudah ditutup sejak matahari terbenam, jadi  jendela- jendela telah kami tutup, hanya daun pintu kami buka sedikit. "


Pendekar Wolu Likur terus bercerita, bahwa tiba- tiba saja saat dia dan mbakyu Tri, istrinya, sedang menyiapkan ini dan itu untuk keperluan pesanan makanan esok hari, tiga orang gadis menyerbu masuk ke dalam kedai.


" Mereka adalah Dara Hijau, Dara Biru dan Dara Merah, pembantu Putri Harum Hutan, " kata Pendekar Wolu Likur. Pendekar Wolu Likur kemudian menceritakan kembali apa yang diceritakan oleh ketiga Dara itu padanya. Bahwa ketiga Dara tersebut bersama Kiran dan Putri Harum Hutan sedang berada dalam perjalanan menuju Graha Harum di Trowulan ketika mereka melalui Dukuh Sangkor dimana banyak hewan dan manusia tergeletak tak bernyawa.


" Mereka rupanya dijebak, " kata Pendekar Wolu Likur. Lalu dia menceritakan tentang Kiran yang diculik dan Putri Harum Hutan yang pergi mencari Kiran.


" Putri Harum Hutan berpesan pada Ketiga Dara bahwa jika dia tak kembali sampai menjelang malam, mereka diminta pergi ke kedai kami. Dan mereka memenuhi pesan itu. "


" Bagaimana dengan pasien yang sedang dirawatnya? " tanya ayah Kiran pada Pendekar Wolu Likur.


" Mereka berpisah jalan, " jawab Pendekar Wolu Likur. " Dia berangkat lebih dulu meninggalkan Pondok Harum Hutan, dan Putri Harum Hutan beserta ketiga Dara dan Kiran berangkat belakangan menuju Trowulan. "


Ayah Kiran masih diam tak bersuara.


Ah, jadi itulah sebabnya gambar Kiran berkelebatan tadi, pikirnya. Anak gadisnya itu diculik, dan Kiran mengirimkan gelombang permintaan tolong padanya.


***


Pada saat yang sama, di tempat lain, beberapa buah kereta kuda berjalan beriringan menuju Trowulan. Kereta- kereta tersebut berisi hasil bumi. Pendekar Padi Emas, saudagar pemilik kereta dan hasil bumi tersebut duduk di kereta paling depan.


Pendekar Padi Emas tak selalu turut serta mengirimkan hasil bumi seperti itu. Biasanya dia hanya para pegawainya yang pergi ke Trowulan untuk mengirimkan barang dagangannya. Dan kali inipun dia memang juga tak berangkat semata untuk mengirimkan barang dagangan. Dia pergi ke Trowulan sebab petang tadi diterimanya pesan dari Putri Harum Hutan.


Pendekar Padi Emas meraba sakunya. Disana terdapat secarik kain dengan isi pesan yang diingatnya kata per kata. " Kalung berhasil dicuri orang. Berusaha mencari si pencuri. "


Tak ada keterangan lain diluar itu.Tapi Pendekar Padi Emas mengerti. Kiran diculik. Dan Putri Harum Hutan sedang berusaha mencarinya.


Pendekar Padi Emas dengan segera memutuskan untuk pergi ke Graha Harum, tempat peristirahatan yang didirikan oleh pihak kerajaan untuk keluarga Putri Harum Hutan di Trowulan untuk mencari berita lebih lengkap. Kesanalah dia sekarang sedang menuju...



( bersambung )


** gambar diambil dari www.necklaceshop.net **

4 Comments:

  1. mechta said...
    ah...bala bantuan akan berdatangan, tapi...tepat waktukah??
    Ayahnya Ranggasetya said...
    begitu berharga seorang gadis bernama Kiran, sampe orang-orang dibikin sibuk mencarinya.

    tapi, membaca prolognya di atas, aku malah berprasangka penculiknya adalah org baik-baik, hehe... entahlah, sambungan ceritanya nanti mungkin bisa menjawab teka-teki ini.

    kaleena dan dhanapatinya mana???
    cheapecig said...
    I love your padepokanrumahkayu.blogdetik.com
    cheap electronic cigarette
    betathome said...
    padepokanrumahkayu.blogdetik.com is bookmarked for future reference!
    betathome

Post a Comment